4 Cara Menjalankan Bisnis Properti Yang Menguntungkan
Griyahome.com
- Bagaimana cara menjalankan bisnis properti? Bisnis properti termasuk salah
satu jenis investasi yang menggiurkan. Bisnis ini tidak akan pernah mati selama
manusia masih ada dibumi. Kita bisa membaca data pertumbuhan penduduk yang semakin
meningkat setiap tahunnya dan tentu saja mereka membutuhkan hunian sebagai
tempat tinggal. Mungkin anda adalah salah satu yang tertarik untuk terjun
dibisnis ini namun mengalami kesulitan harus memulai dari mana. Artikel dibawah
akan membantu anda memilih jenis bisnis properti yang sesuai dengan
keterampilan dan dana yang anda miliki.
Cara Menjalankan Bisnis Properti
Apa
yang terbayang ketika Anda ditanya tentang bisnis properti? Bisa jadi banyak
yang menjawab developer atau
pengembang. Padahal, pelaku usaha di bidang ini tak cuma satu jenis. Selain
pengembang, masih ada tiga lagi jenis pelaku usaha di bidang properti, yakni broker, flipper, dan investor. Keempatnya memerlukan modal dan persyaratan
berbeda. Pilihan jenis usaha apa yang akan dijalankan, tentu tergantung modal
(finansial dan non finansial) dan keterampilan yang dimiliki.
1.
Broker,
Modalnya Kecil
Broker
boleh dibilang pengusaha yang hanya bermodal dengkul. Nyaris tanpa modal
finansial. Terutama bila masih bersifat perorangan.
Dalam proses bisnisnya, broker hanya
berfungsi menghubungkan penjual rumah dengan pembelinya. Selain berupa tanah
dan bangunan rumah, komoditas broker
bisa berupa proyek perumahan yang macet. Proyek tersebut diambil alih oleh broker, kemudian dijual dengan konsep
sang broker.
Dalam
menjalankan bisnis, broker lebih
mengandalkan kepiawaian dalam menjual. Ia tidak perlu memiliki produk yang
hendak dijual. Yang ia perlukan justru jaringan penjual dan pembeli rumah. Ia
memperoleh pendapatan dari transaksi jual-beli yang dilakukan dengan dirinya
sebagai perantara. Pendapatan itu biasa disebut sebagai komisi.
Kelebihan
sebagai broker adalah tidak
direpotkan oleh masalah perizinan, dan pembangunan. Risikonya pun relatif lebih
kecil dibandingkan dengan jenis pengusaha properti lainnya. Namun, broker
kurang kuat secara hukum. Bila pembeli atau penjual tidak memberi komisi, ia
tidak bisa menuntut secara hukum. Kecuali, antara penjual dan broker telah membuat perjanjian secara
tertulis.
2.
Flipper,
Bisa Andalkan KPR
Flipper
adalah pelaku usaha properti yang proses kerjanya membeli rumah, memperbaiki
rumah tersebut, lalu menjualnya kembali. Ia mendapatkan keuntungan dari selisih
harga jual dengan harga beli dan biaya perbaikan. Tapi itu, jenis flipper yang sederhana.
Ada
jenis flipper lain yang proses
bisnisnya lebih rumit. Flipper yang
satu ini memanfaatkan akses informasi tentang harga pasar unit rumah di suatu
daerah. Contohnya, harga pasar rumah di satu lokasi Rp1 miliar. Sementara, flipper mendapat informasi ada rumah di
lokasi tersebut yang dijual dengan harga Rp500 juta. Flipper bisa membeli rumah
itu melalui KPR.
Karena
harga pasarnya Rp1 miliar, pihak bank menggunakan rumah itu sebagai jaminan
dengan nilai tersebut. Dengan plafon KPR dari bank sebesar 70%, flipper memperoleh dana KPR sebesar
Rp700 juta. Dana pinjaman tersebut digunakan untuk membayar rumah sebesar Rp500
juta. Sisanya, Rp200 juta, bisa digunakan si flipper untuk keperluan produktif. Misalnya, membeli rumah lain
untuk dikontrakkan atau dimanfaatkan sebagai tempat kos. Hasilnya, bisa untuk
menambah pembayaran angsuran bank.
Flipper
masih bisa mendapat keuntungan dari kenaikan harga rumah pertama. Atau,
mendapatkan dana segar hasil top up
dari bank pemberi KPR. Dalam beberapa tahun kemudian, rumah pertama akan
mengalami kenaikan nilai. Misalnya setelah tiga tahun harga rumah tersebut naik menjadi Rp1,5 miliar. Pada saat
bersamaan, nilai pokok pinjaman di bank, misalnya, tinggal Rp 600 juta. Dari
bank, flipper kemudian mendapatkan top up pinjaman sebesar Rp1,1 miliar.
Dana pinjaman itu bisa digunakan flipper
untuk menutup hutang sebelumnya senilai Rp 600 juta. Berarti ia mendapat uang
sisa lagi sebesar Rp 500 juta. Uang tersebut bisa digunakan lagi untuk
berbisnis atau kegiatan produktif lainnya.
3.
Developer
Kecil, Hasil Lebih Cepat.
Dibandingkan
dengan lainnya, pelaku bisnis properti ini lebih populer. Namun, untuk menjadi
pengembang memang tidak mudah, karena diperlukan banyak persyaratan selain
modal finansial yang besar pula. Di antaranya harus memiliki lahan yang hendak
dibangun jadi perumahan
Namun,
kalau modal yang dimiliki terbatas, pengembang masih bisa menyiasatinya. Misal,
melalui kerja sama dengan pemilik lahan. Model kerja samanya, pemilik tanah
menyerahkan lahan tersebut sebagai lokasi perumahan. Namun, tanahnya tidak
dibaliknamakan atas nama pengembang. Sementara pengembang mendirikan bangunan
dan fasilitas lainnya di lokasi tersebut. Asal tahu saja, nilai jual tanah yang
telah diubah menjadi perumahan, lengkap dengan fasilitas umum dan sosialnya,
pasti lebih tinggi ketimbang tanah kosong. Waktu yang dibutuhkan untuk menjual
pun akan lebih cepat. Ini akan menjadi daya tarik pemilik lahan untuk mengikat
kerja sama dengan pengembang.
Untuk
menjalankan kerja sama ini, pengembang harus membuat surat perjanjian dengan
pemilik tanah di depan notaris. Dalam surat perjanjian itu di antaranya berisi
surat perjanjian kuasa mengelola, kuasa mengurus, dan surat kuasa
penandatanganan kredit di bank.
Surat
perjanjian tersebut umumnya memiliki jangka waktu selama 2 tahun. Ketika
pengembang tidak dapat memasarkan perumahan tersebut dalam jangka waktu yang
sudah ditentukan, secara otomatis perjanjian gugur. Berdasar pengalaman,
penjualan bakal habis dalam kurun waktu 6 bulan, paling lambat 1 tahun, dan
proses pembangunannya selama 3-5 bulan.
Jika
rumah dalam perumahan telah terjual, pengembang membayar tanah sesuai dengan
kesepakatan awal. “Selain uang penjualan tanah, kita juga bisa memberikan bagi
hasil di akhir proyek. Besarnya bagi hasil sebesar 20% dari keuntungan bersih,“
jelas Andi Saputra, pengembang perumahan di Depok dan Bogor yang memulai usaha
dengan modal kecil. Model kerja sama seperti ini membuat pemilik tanah senang.
Karena pemilik tanah tidak repot dan merasa aman.
Sebaliknya,
si pengembang harus siap dengan masalah berbagai perizinan yang diperlukan.
Menurut Andi, urusan perizinan ini butuh waktu paling lama, bebannya paling
berat, dan prosesnya paling ribet.
Karenanya, yang banyak dilakukan pengembang adalah saat mulai mengurus
perizinan, pemasarannya sudah mulai dilakukan. Dengan begitu, diharapkan
konsumen sudah ada yang memberikan uang muka.
“Sehingga cash flow kita sudah
mulai berjalan bagus,” tuturnya.
Asal
tahu saja, cash flow di bisnis
perumahan itu sangat lambat. Pengembang baru bisa menikmati hasil di akhir
proyek, kira-kira 1 tahun setelah proyek berjalan. Sebelumnya pengembang harus
pandai mengelola uang.
Semakin
luas perumahan yang hendak dibangun, kian lama hasil bisa dipetik. Karenanya,
untuk pengembang pemula, proyek yang besar seperti itu tidak dianjurkan. Ada
baiknya pengembang pemula membangun perumahan dalam skala kecil tetapi di
lokasi berdekatan dari perumahan yang dibangun pengembang besar. Dengan kiat seperti
itu, pengembang pemula tidak perlu disibukkan perancangan master plan dan sebagainya. Hasil usaha pun lebih cepat diraih.
4.
Investor,
Perlu Rumus 72
Dibandingkan
dengan pelaku usaha properti lainnya, investor termasuk yang memerlukan kerja
tidak terlalu berat. Investor juga bukan memperoleh pendapatan dari proses
jual-beli, melainkan dari hasil penyewaan properti yang ia miliki. Prinsip yang
dipakai investor sama dengan memelihara angsa bertelur emas. Ia akan terus
memelihara, bahkan menambah, angsa yang dimiliki. Dengan begitu ia akan terus
mendapatkan telurnya.
Namun,
investor membutuhkan modal cukup besar berupa properti (rumah indekos, rumah
kontrakan, apartemen, ruko, atau
kondotel). Untuk menambah aset properti, investor mesti jeli dan cermat
dalam menentukan lokasi. Semakin dekat dengan pusat bisnis, industri, dan
pendidikan, investor semakin mudah mendapatkan pasar. Ia tidak perlu
repot-repot melakukan promosi. Pada akhirnya, hasil yang baik mudah diperoleh.
Pendapatan
lain yang diperoleh investor adalah kenaikan harga pasar properti meskipun
pendapatan jenis ini tidak langsung dirasakan investor. Untuk urusan ini, Joe
Hartanto memiliki rumus menghitungnya. Ia memiliki dalil yang disebut Rumus 72.
Dengan rumus ini investor akan tahu kapan nilai aset propertinya menjadi dua
kali lipat. Dalam rumus ini kita menggunakan variabel rata-rata suku bunga
bank. Rumusnya sebagai berikut: Nilai properti berlipat dua (tahun) = 72 : suku
bunga rata-rata (%).
Sekadar
contoh, tahun ini Anda membeli rumah senilai Rp1 miliar untuk dikontrakkan.
Dalam beberapa tahun ke depan, tingkat suku bunga bergerak antara 10% - 15%.
Jadi suku bunga rata-ratanya berkisar 12%.
Setelah angka-angka tersebut dimasukkan Rumus 72 akan diperoleh
perhitungan: 72 : 12 = 6. Artinya, rumah Anda akan berharga Rp2 miliar setelah
6 tahun.
Setelah
membaca artikel tentang cara menjalankan bisnis properti diatas anda sudah
memiliki gambaran harus memulai dari mana. Mana di antara keempat jenis pelaku
usaha dibidang properti itu yang harus dipilih? Tentu Anda yang mengetahuinya.
Yang pasti, pilihan tersebut sebaiknya sesuai dengan karakter, kemampuan
finansial, pengetahuan, dan keterampilan yang Anda miliki.
Tidak ada komentar untuk " 4 Cara Menjalankan Bisnis Properti Yang Menguntungkan"
Posting Komentar